Selasa, 18 November 2014

KEBUDAYAAN INDONESIA PROVINSI BALI

KEBUDAYAAN PROVINSI BALI 


1. Rumah Adat
Salah satu contoh rumah adat daerah Bali disebut Gapura Candi Bentar. Gapura Candi Bentar merupakan pintu masuk istana raja yang merupakan pula rumah adat di Bali. Gapura Candi Bentar dibuat dari batu merah dengan ukir yiran dari batu cadas. Balai Benggong terletak pada sisi kanan dan Balai Wantikan terletak pada sisi kiri. Balai Benggong adalah tempat istirahat raja beserta keluarganya. Balai Wantikan adalah tempat adu ayam attau pegelaran kesenian. Kori Agung adalah pintu masuk pada waktu upacara besar. Kori Babetelan merupakan pintu untuk keperluankeluarga.

\
Rumah Adat Bali Gapura Candi Bentar
2. Pakaian Adat
Pakaian adat pria Bali berupa ikat kepala (destra), kain songket saput dan sebilah keris terlesip pada pinggang bagian belakang.
Sedangkan wanitanya memakai dua helai kain songket, setagen songket atau meprada dan selendang atau senteng. Ia juga memakai hiasan bunga emas dan bunga kamboja diatas kepala. Perhiasan yang dipakainya adalah subang, kalung, dan gelang.
Pakaian Adat Bali
3. Tari tarian Daerah Bali
a. Tari Legong, merupakan tarian yang berlatar belakang kisah cinta raja dari Lasem.ditarikan secara dinamis dan memikat hati.
b. Tari Kecak, sebuat tarian berdasarkan cerita dari Kitab Ramayana yang mengisahkan tentang bala tentara monyet dari Hanoman dan Sugriwa.
c. Tari Jaran Teji, adalah jenis tari kreasi yang memanfaatkan gerak tari tradisi untuk menggambarkan keterampilan para prajurit penanggung uda yang bersiap siaga menuju medan perang.
Tari Legong
Tari Kecak
4. Senjata Tradisional
Keris sebagai senjata penduduuk Bali. Selain untuk membela diri, keris dapat mewakili seseorang dalam suatu undangan pernikahan. Menurut kepercayaan sebagai penduduk Bali, bila keris pusaka direndam dalam air putih akan menyembuhkan anggota keluarga dari gigitan binatang berbisa. Gagang keris yang terbuat dari kayu itu, ada pula yang berhiasan permata.
Selain keris terdapat pula tombak yang dipergunakan untuk berburu, berperang atau upacara pembakaran mayat. Juga terdapat golok yang dipergunakan untuk keperluan bertani serta untuk mempersiapkan upacara keagamaan.
Keris Bali
5. Suku : Suku dan marga yang terdapat didaerah Bali adalah : Bali, Jawa, dan Madura.

6. Bahasa Daerah : Bali

7. Lagu Daerah : Janger

8. Budaya dan Tradisi Bali 
Bali memiliki banyak berbagai warisan budaya leluhur yang masih tertanam dan melekat erat di masyarakat Bali itu sendiri, juga berbagai tradisi atau kebiasaan unik yang masih dipegang teguh di kalangan masyarakat. Budaya dan tradisi yang ada memiliki ciri khas tersendiri di masing daerah, desa maupun banjar yang ada di Bali. Memiliki kekayaan budaya yang beragam tentunya merupakan suatu tugas masyarakat untuk melestarikannya, tidak tergilas atau bergeser karena pengaruh dunia modern saat ini. Tentu semua ini dipengaruhi oleh adat istiadat, kepercayaan mistis dan keyakinan beragama yang kental.
Unsur-unsur Budaya yang di miliki adalah; musik seperti berbentuk gamelan, rindik, jegog dan genggong, seni tari seperti tari barong, tari kecak, pendet, gambuh, joged dan banyak lagi yang lainnya, bali juga memiliki bahasa dan pakaian adat daerah sendiri dan dari segi religi mayoritas penduduknya beragama hindu, semua merupakan magnet penarik wisatawan untuk liburan di Bali.
Budaya dan tradisi yang unik ini , membuat salah satu penyebab bali menjadi daerah tujuan wisata, berikut beberapa budaya dan tradisi unik yang masih dijaga kelestariannya:
  • Ngaben – Ngaben adalah upacara Pitra Yadnya, rangkain upacara Ngaben salah satunya prosesi pembakaran mayat yang bertujuan untuk menyucikan roh leluhur orang sudah meninggal. Tradisi ini masih dilakukan secara turun-temurun oleh hampir semua masyarakat Hindhu di Bali.
  • Ngaben tikus di Mengwi – Seperti halnya upacara ngaben, upacara yang biasanya dilakukan pada saat manusia meninggal, dilakukan juga pada tikus, yang bisa dijumpai di Desa Cemagi, Mengwi, upacara ini dilakukan saat wabah tikus mulai menyerang lahan pertanian warga.
  • Subak – Istilah subak hanya dikenal di Bali, yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan oleh para petani Bali dalam bercocok tanam padi. Istilah ini sudah mulai dikenal dikalangan turis lokal maupun mancanegara.
  • Ngerebong atau Ngurek – tradisi yang ada di Bali yang dilakukan umat Hindhu tepatnya di Pura Pangrebongan, Desa Kesiman, Denpasar. Sebagai masyarakat yang mengikuti ritual ini mulai kerasukan/ trance ada yang berteriak, menangis, menggeram dan menari dengan diiringi musik tradisional beleganjur
  • Megibung - Selain memiliki tempat wisata yang indah, Bali juga kaya dengan budaya dan tradisi unik, adalah merupakan salah satu tradisi warisan leluhur, dimana tradisi makan bersama dalam satu wadah.
  • Gebug Ende – Ada banyak budaya dan tradisi unik warisan leluhur di Bali, dan beberapa ada di Kabupaten karangasem seperti tradisi megibung, kain geringsing di Tenganan dan yang satu ini adalah Gebug Ende atau Gebug Seraya. Seperti namanya tradisi ini berasal dari Desa Seraya.
  • Ter-teran - Satu lagi tradisi unik di Kabupaten Karangasem, tepatnya di Desa Jasri,  tradisi tersebut adalah perang api atau disebut juga ter-teran. Aksi saling serang/ lempar-lemparan dengan api ini. Perang api ini menggunakan obor prakpak/bobok (daun kelapa kering yang diikat).
  • Mekare – kare atau Perang Pandan – Satu lagi tradisi unik yang ada di Bali, tepatnya di Desa Tenganan Karangasem. Upacara Perang Pandan adalah upacara persembahan yang dilakukan untuk menghormati Dewa Indra (dewa perang) dan para leluhur.  menggunakan senjata pandan berduri sebagai senjata masing-masing.
  • Perang Pisang – Upacara perang pisang atau mesabatan biu ini digelar di pelataran pura Bale Agung, desa Tenganan Daud Tukad, dalam rangka pelantikan ketua dan wakil ketua pemuda setempat. Diikuti oleh 16 pemuda desa yang dipilih oleh kelian adat untuk dilawankan dengan 2 orang (calon ketua dan wakil).
  • Omed – omedan - Tradisi unik di desa Sesetan ini hanya diikuti oleh Truna-truni / muda – mudi atau yang sudah tua dan belum menikah, adegan tarik menarik dan cium-ciuman ini, dirayakan setap tanggal 1 Caka atau sehari setelah Hari Raya Nyepi.
  • MekotekUpacara ini diselenggarakan denan tujuan mohon keselamatan, yang merupakan warisan budaya leluhur yang dirayakan setiap hari Raya Kuningan dan turun-temurun oleh hampir 15 banjar di Desa Munggu kecamatan Mengwi, Badung.
  • Pemakaman di Trunyan – Keunikan tradisi pemakaman mayat di Desa Trunyan sampai sekarang ini masih mejadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh warga setempat. Prosesi orang meninggal di Bali, biasanya dikubur ataupun dibakar. Tapi kalau di desa Trunyan tidak seperti itu, tubuh orang yang sudah meninggal melalui sebuah prosesi.
  • Perang Ketupat - Satu lagi tradisi unik di Bali yaitu Perang Ketupat yang dirayakan satu tahun sekali di desa Kapal, Kabupaten Badung. Tujuan diadakan prosesi ini sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen dan untuk doa keselamatan dan memohon kesejahteraan bagi umat manusia.
  • Ngusaba Bukakak – hanya ada di Bali Utara, tepatnya di desa Adat Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng. Begitu banyaknya  budaya warisa leluhur yang masih terjaga dengan baik di Bali. Tujuan dari Upacara Bukakak ini untuk melakukan permohonan kepada Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewi Kesuburan.
  • Mesuryak - Upacara dengan melemparkan uang ke atas ini digelar bertepatan pada Hari Raya Kuningan (10 hari setelah Galungan) setiap 6 bulan sekali, dengan tujuan untuk memberikan persembahan ataupun bekal pada leluhurnya yang turun pada hari raya Galungan dan kembali ke Nirwana pada hari raya Kuningan
  • Upacara Ngedeblag - Tradisi Ngedeblag hanya dilakukan di desa Pekraman Kemenuh, Kec. Sukawati, Gianyar. Prosesi ini dirayakan di setiap Hari Kajeng Kliwon menjelang peralihan sasih kelima dan sasih keenam (kalender Bali) yang digelar sekali dalam setahun.
  • Ritual Agung Briyang -di rayakan setiap 3 tahun sekali pada purnamaning sasih kedasa kalender Hindu Bali, perayaan ini hanya ada di desa tua Sidetapa Buleleng, lokasi desa ini sekitar 40 km barat laut kota Singaraja. Tujuan mengadakan upacara Agung Briyang adalah untuk melawan dan roh-roh jahat.
  • Ngelawang – salah satu ritual tolak bala di Bali yang dilakukan diantara hari raya Galungan dan Kuningan, beberapa tempat masih melakukan tradisi ini ada juga yang tidak, namum nilai budaya ini sudah tertanam pada anak-anak yang mementaskan ritual ini.
  • Ngusabha Tegen – di Desa Kedisan – Kintamani, sarana banten yang dipersembahkan dengan banten/ sesajian tegen-tegenen yang terdiri dari sayur-sayuran, buah dan ikan dipikul oleh kaum pria, sedangkan kaum ibu membawa banten gebogan dengan tujuan agar tetap diberi keselamatan dan kemakmuran 


9. Adat dan Kebudayaan

Agama

Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu yang memiliki kerangka dasar meliputi tiga hal yaitu Tatwa (filsafat), Tata Susila dan Upacara. Agama Hindu berdasarkan pada kitab suci Wedha, yang keseluruhannya dihimpun dalam empat Samhita, yaitu Reg Wedha Samhita, Sama Wedha Samhita, Yayur Wedha Samhita dan Atharwa Wedha Samhita. Pada hakikatnya ajaran agama Hindu adalah Panca Cradha yang artinya lima keyakinan, yaitu Widi Cradha adalah keyakinan terhadap Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, Atma Cradha adalah keyakinan akan adanya atman atau jiwa pada setiap makhluk, Karma Phala Cradha adalah keyakinan terhadap hukum perbuatan, Punarbhawa Cradha adalah keyakinan terhadap adanya reinkarnasi atau kelahiran kembali setelah kematian, Moksa Cradha adalah keyakinan terhadap moksa yaitu kebahagiaan yang kekal abadi. Untuk melakukan sembahyang atau pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi termasuk manifestasinya harus di tempat suci yaitu Pura. Menurut fungsinya Pura digolongkan atas dua jenis yaitu Pura Umum sebagai tempat suci pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi dan Genealogis yaitu tempat suci untuk pemujaan terhadap roh leluhur. Upacara atau persembahan kepada Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa disebut Yadnya. Secara keseluruhan di Bali ada lima macam upacara yang disebut Panca Yadnya yaitu Dewa Yadnya adalah persembahan kepada Sang Hyang Widhi termasuk manifestasinya, Rsi Yadnya adalah kebaktian kepada para Rsi dan Sulinggih, Manusia Yadnya adalah upacara daur kehidupan manusia mulai dari dalam kandungan, kelahiran, masa anak-anak, masa dewasa, hingga meninggal, dan Pitra Yadnya adalah persembahan kepada para leluhur, serta Butha Yadnya yaitu korban yang ditujukan kepada kekuatan-kekuatan yang berfungsi memelihara keseimbangan alam.
Pola Kehidupan
Pola kehidupan masyarakat umat Hindu di Bali sangat terikat pada segi-segi kehidupannya yaitu diwajibkan melakukan pemujaan atau sembahyang pada pura tertentu, diwajibkan pada satu tempat tinggal bersama dalam komunitas, dalam kepemilikan tanah pertanian diwajibkan dalam satu subak tertentu, diwajibkan dalam status sosial berdasarkan warna, pada ikatan kekerabatan diwajibkan menurut prinsip patrilineal, diwajibkan menjadi anggota terhadap sekeha tertentu, dan diwajibkan dalam satu kesatuan administrasi desa dinas tertentu.
Pola Pemukiman
Struktur pemukiman masyarakat Bali dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu pemukiman pola kosentris seperti pada masyarakat Bali yang tinggal di pegunungan dan pemukiman pola menyebar seperti pada masyarakat Bali yang berada di dataran rendah. Pada pola kosentris Desa Adat menjadi titik sentral. Sedangkan pada pola menyebar, desa terbagi-bagi ke dalam satu kesatuan wilayah yang lebih kecil yang disebut Banjar. Bangunan pada pemukiman masyarakat Bali menurut fungsinya dibedakan atas tiga jenis yaitu bangunan tempat pemujaan (pura), bangunan umum, dan bangunan tempat tinggal yang terdiri dari berbagai bentuk bangunan sesuai dengan pola tempat tinggal orang Bali yang bersifat majemuk. Sistem budaya yang menata pemukiman di Bali berlandaskan pada konsepsi Tri Hita Karana yang juga diacu pada konsepsi dualistis, yaitu konsepsi akan adanya dua kategori dalam tata arah utara-selatan (kaja-kelod) yang berkaitan dengan hulu-hilir (luan-teben) dan sakral-profan (suci-cemer). Segala sesuatu yang bernilai suci atau sakral menempati letak di bagian hulu (luan) yaitu pada arah gunung atau matahari terbit. Letak pura arah sembahyang yang bernilai suci harus terletak pada posisi hulu (luan). Sebaliknya segala sesuatu yang dianggap tidak suci atau profan harus menempati posisi hilir (teben) yaitu pada arah kelod atau ke laut, seperti letak kuburan, kandang ternak, kamar kecil, dan tempat pembuangan sampah.
 Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan pada masyarakat Bali adalah bersifat tradisional, yaitu Desa, Banjar, Subak dan Sekeha. Bentuk lembaga masyarakat tradisional yang berdasarkan satu kesatuan wilayah disebut Desa. Konsep Desa memiliki pengertian pada Desa Adat dan Desa Dinas. Desa Adat merupakan satu kesatuan masyarakat hubungan adat di daerah Bali yang mempunyai kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga, yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan tersendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Landasan dasar dari Desa Adat harus berlandaskan pada konsepsi Tri Hita Karana. (Tri Hita Karana yaitu suatu konsepsi yang mengintegrasikan secara selaras tiga komponen penyebab kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang diyakini oleh setiap orang Bali. Ketiga komponen tersebut adalah Parhyangan atau Tuhan yang memberi perlindungan bagi kehidupan, Palemahan yaitu seluruh wilayah dari lembaga tersebut, dan Pawongan yaitu sumber daya manusia yang terdiri dari tenaga yang bersangkutan). Sedangkan Desa Dinas adalah satu kesatuan wilayah administratif di bawah wilayah Kecamatan. Menurut strukturnya, Desa Adat diklasifikasikan pada dua pola yaitu Desa Adat yang memiliki pola sentralisasi dan Desa Adat yang memiliki pola desentralisasi. Pada pola pertama posisi dan fungsi Desa Adat sangat sentral, sedangkan pada pola kedua Desa Adat terbagi-bagi ke dalam beberapa kesatuan wilayah di bawah desa (sub desa) yang disebut Banjar. Banjar selain berfungsi secara administratif, juga berfungsi secara religius dan menangani fungsi-fungsi yang bersifat sosial, ekonomi, dan kultural. Pada umumnya di dalam satu Banjar memiliki rata-rata anggota 50 sampai 100 kepala keluarga. Setiap Banjar memiliki tempat atau pusat pertemuan yang disebut Balai Banjar. Subak adalah salah satu bentuk lembaga kemasyarakatan pada masyarakat Bali yang bersifat tradisional dan yang dibentuk secara turun temurun oleh masyarakat umat Hindu Bali. Subak berfungsi sebagai satu kesatuan dari para pemilik sawah atau penggarap sawah yang menerima air irigasi dari satu sumber air atau bendungan tertentu. Subak merupakan satu kesatuan ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan. Pada umumnya tugas setiap warga subak adalah untuk mengatur pembagian air, memelihara dan memperbaiki sarana irigasi, melakukan kegiatan pemberantasan hama, melakukan inovasi pertanian dan mengkonsepsikan serta mengaktifkan kegiatan upacara. Karena subak memiliki struktur yang berlandaskan konsepsi Tri Hita Karana, maka setiap subak di Bali harus memiliki pura pemujaan. Sekeha merupakan lembaga sukarela yang dibentuk atas dasar tujuan-tujuan tertentu. Di pulau dewata ini terdapat bermacam-macam sekeha di bidang kehidupan pertanian, kerajinan, kesenian, keagamaan, dan lain-lain.
  Kesenian
Kesenian pada masyarakat Bali merupakan satu kompleks unsur yang tampak digemari oleh warga masyarakatnya, sehingga terlihat seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan masyarakat Bali. Atas dasar fungsinya yang demikian maka kesenian merupakan satu fokus kebudayaan Bali. Daerah Bali sangat kaya dalam bidang kesenian, seluruh cabang kesenian tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakatnya yang meliputi seni rupa, seni pertunjukan dan seni suara. Seni rupa mencakup satu cabang yang terdiri dari seni pahat, seni lukis dan seni hias. Seni pahat pada masyarakat Bali telah mengalami suatu perkembangan yang panjang yaitu patung-patung yang bercorak megalitik yang berasal dari jaman pra Hindu yang dipandang sebagai penghubung manusia dengan nenek moyang dan kekuatan alam, arca dewa-dewa yang dianggap sebagai media manusia dengan dewa-dewa dan jenis ini merupakan pengaruh Hindu-Budha, patung-patung yang bertemakan tokoh-tokoh dari cerita Mahabharata dan Ramayana, bentuk-bentuk relief yang dipahatkan pada tembok pintu dan tiang rumah, serta patung-patung yang berbentuk naturalis. Begitu pula halnya dengan seni lukis di Bali yang telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Dimulai dengan lukisan-lukisan yang bersifat simbolis magis seperti rerajahan, lukisan-lukisan religius seperti lukisan parba, langit-langit dan ider-ider, serta lukisan-lukisan yang bersifat naturalis. Untuk seni tari tradisional di Bali berdasarkan fungsinya digolongkan dalam tiga jenis yaitu Tari Wali (Tari Sakral) merupakan tarian keagamaan yang dianggap keramat, Tari Bebali merupakan tarian yang berfungsi sebagai pengiring upacara, dan Tari Balih-Balihan merupakan tarian yang berfungsi sebagai hiburan. Jenis tarian sacral atau yang dianggap keramat antara lain : Tari Sanghyang Dedari, Tari Rejang Sutri, Tari Pendet, Tari Baris Gede, Tumbak, Baris Jangkang, Baris Palung, Pusi, Seraman, Tekok Jago, Topeng Pajangan, Wayang Lemah, Wayang Sudamala, Tari Abuang, Tari Bruntuk, Tari Dakamalon, Tari Ngayab, dan Tari Kincang-Kincung. Alat pakaian atau gander yang digunakan oleh masyarakat akan disucikan atau disakralkan. Kesenian sastra di Bali merupakan hasil warisan budaya yang luhur dan merupakan referensi serta sumber dari bentuk-bentuk lainnya. Sejak jaman dahulu masyarakat Bali telah mengenal tulisan atau aksara Bali. Secara keseluruhan seni sastra di Bali telah mengalami lima jaman yaitu kesusastraan Bali Purba, kesusastraan Bali Hindu, kesusastraan Bali Jawa, kesusastraan Bali Baru, dan kesusastraan Bali Moderen.

 
Sumber Referensi :
  • http://www.kebudayaanindonesia.com/2014/04/kebudayaan-bali.html
  • http://wisata.balitoursclub.com/budaya-dan-tradisi-di-bali 
  • http://www.wisatadewata.com/article/adat-kebudayaan/adat-kebudayaan

Minggu, 16 November 2014

KEBUDAYAAN INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA


KEBUDAYAAN PROVINSI SUMATERA UTARA 


1. Rumah Adat
 Rumah adat Sumatera Utara dinamakan Parsakitan dan Jabu Bolon. Jabu Parsakitan adalah rumah adat di daerah Batak Toba, tempat penyimpanan barang-barang pusaka dan tempat penyimpanan barang-barang pusaka dan tempat pertemuan untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan adat. Jabu Bolon adalah rumah pertemuan suatu keluarga besar. Berbentuk panggung dan ruang atas untuk tempat tinggal bersama-sama, Tempat tidur lebih tinggi dari dapur.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrHyypi7ZGKRsdQQpk2U_1vaNlXLil6100ZDRdhgW3XBdAZ_d1e6JPNyQqwYSgnFm2x8JwEI0rwphwaTE41pjECIsjcf92gBWqOt71LOgNi5tp-Nvnpkp1k0UkYIId7OwtM7FTgGF8YpaT/s1600/rumah-adat-batak.jpg
RUMAH BOLON
2. Pakaian Adat
Di daerah Tapanuli Utara tenunan tradisionalnya disebut ulos. Kain ulos itu terdiri dari beberapa macam yang harga dan fungsinya berbeda-beda. Misalnya: Ulos Godang, Sibolang, Mangiring, Sitoluntuho, Ragi Hidup, Sadum, dan Ragi Hotang.
Pada upacara adat kaum pria mengenakan tutup kepala yang disebut sabe-sabe dari ulos mangiring. Di bahunya disampirkan Ulos Ragi Hotang dan mengenakan kain sarung. Kaum wanitanya menegenakan Ulos Sadum yang disampirkan di kedua bahunya dililit dengan Ulos Ragi Hotang dan mengenakan sarung suji.
 3. Tari-tarian Daerah Sumatera Utara
TARI TOR-TOR
a. Tari Serampang Dua Belas, sebuah tari melayu dengan irama joged. Diiringi musik dengan pukulan gendang ala Amerika Latin. Serampang Dua Belas merupakan tari pergaulan, baik bagi muda-mudi maupun orang tua.
b. Tari Tor-tor, sebuah tari dari daerah Batak dengan latar belakang falsafah peradatan dan ditarikan dalam suasana khusuk.
c. Tari Marsia Lapari, tari garapan ini menggambarkan kegiatan gadis-gadis Sumatera Utara yang senantiasa saling membantu dalam menggarap sawah. Olahan tari didasarkan unsur gerak tari daerah Tapanuli Selatan yang diramu dengan unsur daerah lain, dengan iringan musik gondang sembilah.
d. Tari Manduda, suatu bentuk tarian rakyat Simalungun yang bersuka ria di masa panen padi.
 
4. Senjata Tradisional
Piso surut adalah sejenis belati dan merupakan senjata tradisional di Tanah Karo, Sumatera Utara. Piso gaja dompak, berupa sebilah keris panjang merupakan lambang penting pemerintahan Raja Si Singamangaraja. Senjata ini hanya boleh diguanakan oleh raja saja. Senjata tradisional yang biasa digunakan oleh masyarakat umum adalah hujur sejenis tombak dan podang sejenis pedang panjang.
5. Suku
Suku dan marga yang terdapat di daerah Sumatera Utara : Melayu, Batak (Mandailing, Toba, Simalungun, Karo), Nias, dan lain-lain.

6. Bahasa Daerah
Batak, Karo, Melayu, Nias, Mandailing, dan lain-lain.

7. Lagu Daerah : Pantun Lama, Butet, Sengko-sengko.

8. Kepercayaan

Sebuah kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari abad ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis.



Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi na Bolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
  • Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
  • Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
  • Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.

9. Salam Khas Batak
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya 1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”

10. Kekerabatan
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.




Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.

Rumah Adat Batak Toba

11. Falsafah dan sistem kemasyarakatan

Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak
1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru
2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru
3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru
5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru



  • Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
  • Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
  • Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

12. Permainan Tradisional Sumatera Utara
1.) Margala
“Margala” demikian warga bonapasogit (sebutan kampung halaman bagi orang batak toba) menyebut permainan yang juga merupakan salah satu jenis olah raga tradisonal daerah batak toba, permainan yang mencerminkan jalinan kerjasama sebagai gambaran kebersamaan dan gotong royong ini umumnya digemari oleh sebagian besar kalangan anak-anak maupun remaja di bonapasogit.
Olah raga atau permainan yang mengandalkan kecepatan kaki dan pikiran untuk mengatur strategi mengalahkan lawan, tidak mendapat perhatian serius di daerah bonapasogit.
Sebut saja ketika event-event kenegaraan seperti peringatan HUT Proklamasi RI di Bonapasogit, kalangan pelajar lebih memilih hiburan yang mempertontonkan lekuk tubuh yang mengikuti irama music disco dari pada hiburan rakyat yang mengangkat nilai-nilai kebersamaan dalam seni budaya batak. Padahal, seperti yang kita ketahui, Indonesia yang kaya akan Sumber Daya Alam tak luput juga dari ke aneka raman suku dan budaya.

2.) BATU MARSIADA
Permainan  "Marsiada"  harus mempunyai minimal 10 batu kecil pilihan per orang. Dan dimainkan secara perorangan maupun group. Mereka menyebut permainan marsiada ini adalah game Marengka, yang dimainkan di lantai semen ataupun lantai tanah.
Permainan marsiada adalah permainan lempar-tangkap batu kecil tanpa menyentuh batu lain. Biasanya permainan ini dimainkan anak laki-laki maupun perempuan dimana diantar mereka harus mempunyai batu kecil pilihan sebagai taruhan dalam permainan/ game ini

3.) MARJALENGKAT
Marjalengkat merupakan salah satu bentuk kegiatan olah raga tradisional yang dapat dijumpai diberbagai daerah  Indonesia dengan nama berbeda. Seperti di Bengkulu disebut ingkau yang berarti sepatu bambu. Sumatera Barat dinamakan tengkak- tengkak. Lampung disebut egrang yang berarti
terompah pancung terbuat dari pohon bambu bulat panjang dan di Jawa Tengah dikatakan jangkungan/egrang  yang diambil dari nama burung berkaki panjang.Olah raga marjalengkat ini sering dilakukan pada waktu tempo dulu sebagai ajang adu ketangkasan yang berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan berlari dengan memakai alat bantu dua tongkat. Biasanya tongkat tersebut terbuat dari batang pohon bambu. Dan jenis olah raga ini dilakukan pada siang hari. Keseimbangan tubuh sangat diperlukan. Sebab pada marjalengkat ini kedua
kaki tidak boleh menginjak tanah. Bagian tubuh hanya dipikul alat bantu dua buah  tongkat dan harus bisa berlari melintasi badan jalan dan bahkan sering dilakukan melintasi sungai. Pada akhir- akhir ini marjalengkat sudah mulai diperlombakan pada even - even budaya yang diperankan kaula remaja pria maupun wanita. Dilaksanakan di lapangan terbuka. Tempatnya diupayakan pada tanah datar dan luas.  Ukuran lapangan minimum sepanjang 50 meter dan lebar 10 meter yang dibagi 5 garis lintasan, masing-masing 2 meter. Sedang pesertanya dibagi perkelompok, masing- masing 5 orang yang disesuaikan dengan jumlah lintasan. Sedang alat marjalengkat dipakai dari bambo sepanjang 2,5 meter. Pada ukuran sekitar 50 centimeter dari bawah dibuat tempat berpijak kaki. Setiap pemain marjalengkat yang memakai kedua bambu sebagai penyanggah badan harus sengaja membuat ukuran sepanjang 2, 5 meter supaya tongkat yang dipakai lebih panjang atau melebihi tinggi kepala. Sebab jika bambu sebagai alat marjalengkat lebih pendek dari ukuran tinggi dari bagian kepala, dikhawatirkan dapat mencederai pemain bila terjatuh. Bisa menusuk dan melukai bagian tubuh yang lemah. Sedangkan dalam pelaksanaan perlombaan para pemain lomba harus siap mendengarkan aba- aba dari wasit lomba ketika akan dimulai dengan posisi kedua tangan memegang alat pijakan dan satu kaki (kiri atau kanan) berada di atas tempat berpijak. Aba- aba “ya” sudah siap untuk lari. Karena penilaian berdasarkan kecepatan waktu sampai menyentuh garis finis. Sewaktu pertandingan berlangsung wasit lomba akan dibantu 2 orang hakim garis yang aktif mengawasi dan mengikuti setiap peserta lomba dari samping kanan dan kiri di luar zona lintasan marjalengkat. Para pemain marjalengkat dinyatakan gugur apabila menginjak garis lintasan atau kaki terjatuh menyentuh lantai lintasan dan jika mengganggu pemain lainnya sewaktu perlombaan dilakukan serta melawan hakim pengawas lintasan.

4.) MARSITEKKA

Maristekka, merupakan salah satu permainan anak anak yang sangat di gemari di sekolahan dan di depan rumah rumah masyarkat batak. Permainan ini biasanya dilakukan perorangan dan berkelompok. Caranya dengan membuat beberapa kotak persegi empat yang digariskan di tanah dengan pakai kayu atau dari kapur putih untuk berlantai semen.
Permainan 2 orang ini dengan berlomba ada tambahan alat seperti batu yang di lemparkan ke salah satu kotak, ketika berlomba dengan melompat lompat di dalam kotak tersebut dengan tidak aturan kaki peserta tidak mengenai tepi garis kotak tersebut dan melangkahi "batu" yang disebut "umpan" yang musti di ambil si peserta pada saat memutar dari ujung kotak.


5.) Pat ni Gajah - lomba tempurung kelapa
Permainan dengan memakai potongan tempurung kelapa yang sudah kering dengan bantuan tali yang diikatkan ke lubang tempurung kelapa serta saling berhubungan.Permainan ini memerlukan kekuatan tenaga yang kuat karena harus berlari di atas ke-2 tempurung yang diikatkan tadi.Biasanya permainan ini dilakukan beberapa orang dan sering peserta berjatuhan dan putus talinya.


6.)  Congklak
Permainan Congklak, permainan ini sama juga dengan permainan anak maupun remaja pada umumnya. Permainan yang memerlukan 2 orang dan peralatan congklak serta anak batu. Permainan ini bisa dilakukan dengan wadahnya di tanah dengan cara membuat beberapa lubang.

7.) Berenang ~ marlange
Masyarakat batak yang dahulu tinggal di sekitaran Danau Toba pasti bisa berenang bahkan berlomba renang. Kebiasaan mandi setiap hari di danau toba menjadi faktor utama karena kebutuhan sehari hari.
Dari anak anak, remaja sampai orang dewasa semua bisa dan biasa berenang dengan berbagai jenis gaya renang.

 8.) Marultop ~ Bambu Tembak

Bahan yang terbuat dari Bambu dan pelurunya terbuat dari biji atau buah pohon atau dari gulungan kertas.
Untuk membuat senapan bambu, mereka juga tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Sebab bahan-bahannya dari ranting bambu didapat di pekarangan atau kebun bambu secara gratis pula. Pletokan dibuat dari bambu, panjangnya sekitar 30 cm.
Bambu dipilih yang kuat dan tua supaya tidak cepat pecah. Bambu dibagi dua, satu untuk penyodok, dan satunya lagi diraut bundar sesuai dengan lingkaran laras dan bagian pangkal dibuat pegangan sekitar 10 cm. Peluru dibuat dari kertas yang dibasahkan, atau juga dari bunga jambu air yang masih muda. Caranya, kertas di basahi air, lalu di dimasukkan ke lubang laras sampai padat lalu disodok.Suara letusan dari laras senapan ini juga tak kalah dengan senjata mainan yang banyak dijual di toko-toko mainan anak. Bahkan, suaranya tidak membuat bising dan tidak mengejutkan siapa saja yang mendengarnya. Sejumlah anak mengaku, jka terkena sasaran senapan bambu, tidak sakit. Meski gratis, mereka mereka mengaku sangat senang memainkan permainan perang-perangan dari senapan bambu yang oleh anak-anak setempat di kenal dengan nama MarUltop

9.) KETAPEL
Tentu kita sudah mengenal dan mengetahuinya apa itu Ketapel. Permainan ini biasanya dari potongan kayu atau cabang batang pohon yang dipotong dan di ikatkan dengan karet dan pelurunya dari batu kecil.
Permainan ini bukan untuk perang perangan namun biasanya dibuat untuk berburu burung kalau lagi menjaga tanaman di sawah.

Sumber Referensi : 
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak
  • http://www.kebudayaanindonesia.com/2013/05/sumatera-utara.html 
  • https://www.facebook.com/notes/sahala-djona-pasaribu/permainan-tradisional-suku-batak/500132653426717