1. Rumah Adat
Salah satu contoh rumah adat daerah Bali disebut Gapura Candi Bentar.
Gapura Candi Bentar merupakan pintu masuk istana raja yang merupakan
pula rumah adat di Bali. Gapura Candi Bentar dibuat dari batu merah
dengan ukir yiran dari batu cadas. Balai Benggong terletak pada sisi
kanan dan Balai Wantikan terletak pada sisi kiri. Balai Benggong adalah
tempat istirahat raja beserta keluarganya. Balai Wantikan adalah tempat
adu ayam attau pegelaran kesenian. Kori Agung adalah pintu masuk pada
waktu upacara besar. Kori Babetelan merupakan pintu untuk
keperluankeluarga.
\ | ![]() | |
Rumah Adat Bali Gapura Candi Bentar |
2. Pakaian Adat
Pakaian adat pria Bali berupa ikat kepala (destra), kain songket saput dan sebilah keris terlesip pada pinggang bagian belakang.
Sedangkan wanitanya memakai dua helai kain songket, setagen songket atau
meprada dan selendang atau senteng. Ia juga memakai hiasan bunga emas
dan bunga kamboja diatas kepala. Perhiasan yang dipakainya adalah
subang, kalung, dan gelang.
![]() |
Pakaian Adat Bali |
3. Tari tarian Daerah Bali
a. Tari Legong, merupakan tarian yang berlatar belakang kisah cinta raja dari Lasem.ditarikan secara dinamis dan memikat hati.
b. Tari
Kecak, sebuat tarian berdasarkan cerita dari Kitab Ramayana yang
mengisahkan tentang bala tentara monyet dari Hanoman dan Sugriwa.
c. Tari
Jaran Teji, adalah jenis tari kreasi yang memanfaatkan gerak tari
tradisi untuk menggambarkan keterampilan para prajurit penanggung uda
yang bersiap siaga menuju medan perang.
![]() |
Tari Legong |
![]() |
Tari Kecak |
4. Senjata Tradisional
Keris sebagai senjata penduduuk Bali. Selain untuk membela diri, keris
dapat mewakili seseorang dalam suatu undangan pernikahan. Menurut
kepercayaan sebagai penduduk Bali, bila keris pusaka direndam dalam air
putih akan menyembuhkan anggota keluarga dari gigitan binatang berbisa.
Gagang keris yang terbuat dari kayu itu, ada pula yang berhiasan
permata.
Selain keris terdapat pula tombak yang dipergunakan untuk berburu,
berperang atau upacara pembakaran mayat. Juga terdapat golok yang
dipergunakan untuk keperluan bertani serta untuk mempersiapkan upacara
keagamaan.
![]() |
Keris Bali |
5. Suku : Suku dan marga yang terdapat didaerah Bali adalah : Bali, Jawa, dan Madura.
6. Bahasa Daerah : Bali
7. Lagu Daerah : Janger
8. Budaya dan Tradisi Bali
Bali memiliki banyak berbagai warisan budaya
leluhur yang masih tertanam dan melekat erat di masyarakat Bali itu sendiri,
juga berbagai tradisi atau kebiasaan unik yang masih dipegang teguh di
kalangan masyarakat. Budaya dan tradisi yang ada memiliki ciri khas
tersendiri di masing daerah, desa maupun banjar
yang ada di Bali. Memiliki kekayaan budaya yang beragam tentunya merupakan
suatu tugas masyarakat untuk melestarikannya, tidak tergilas atau bergeser
karena pengaruh dunia modern saat ini. Tentu semua ini dipengaruhi oleh adat
istiadat, kepercayaan mistis dan keyakinan beragama yang kental.
Unsur-unsur Budaya yang di miliki adalah; musik
seperti berbentuk gamelan, rindik, jegog dan genggong, seni tari seperti tari
barong, tari kecak, pendet, gambuh, joged dan banyak lagi yang lainnya, bali juga
memiliki bahasa dan pakaian adat daerah sendiri dan dari segi religi mayoritas
penduduknya beragama hindu, semua merupakan magnet penarik wisatawan untuk liburan di Bali.
Budaya dan tradisi yang unik ini , membuat salah satu
penyebab bali menjadi daerah tujuan wisata,
berikut beberapa budaya dan tradisi unik yang masih dijaga kelestariannya:
- Ngaben – Ngaben adalah upacara Pitra Yadnya, rangkain upacara Ngaben salah satunya prosesi pembakaran mayat yang bertujuan untuk menyucikan roh leluhur orang sudah meninggal. Tradisi ini masih dilakukan secara turun-temurun oleh hampir semua masyarakat Hindhu di Bali.
- Ngaben tikus di Mengwi – Seperti halnya upacara ngaben, upacara yang biasanya dilakukan pada saat manusia meninggal, dilakukan juga pada tikus, yang bisa dijumpai di Desa Cemagi, Mengwi, upacara ini dilakukan saat wabah tikus mulai menyerang lahan pertanian warga.
- Subak – Istilah subak hanya dikenal di Bali, yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan oleh para petani Bali dalam bercocok tanam padi. Istilah ini sudah mulai dikenal dikalangan turis lokal maupun mancanegara.
- Ngerebong atau Ngurek – tradisi yang ada di Bali yang dilakukan umat Hindhu tepatnya di Pura Pangrebongan, Desa Kesiman, Denpasar. Sebagai masyarakat yang mengikuti ritual ini mulai kerasukan/ trance ada yang berteriak, menangis, menggeram dan menari dengan diiringi musik tradisional beleganjur
- Megibung - Selain memiliki tempat wisata yang indah, Bali juga kaya dengan budaya dan tradisi unik, adalah merupakan salah satu tradisi warisan leluhur, dimana tradisi makan bersama dalam satu wadah.
- Gebug Ende – Ada banyak budaya dan tradisi unik warisan leluhur di Bali, dan beberapa ada di Kabupaten karangasem seperti tradisi megibung, kain geringsing di Tenganan dan yang satu ini adalah Gebug Ende atau Gebug Seraya. Seperti namanya tradisi ini berasal dari Desa Seraya.
- Ter-teran - Satu lagi tradisi unik di Kabupaten Karangasem, tepatnya di Desa Jasri, tradisi tersebut adalah perang api atau disebut juga ter-teran. Aksi saling serang/ lempar-lemparan dengan api ini. Perang api ini menggunakan obor prakpak/bobok (daun kelapa kering yang diikat).
- Mekare – kare atau Perang Pandan – Satu lagi tradisi unik yang ada di Bali, tepatnya di Desa Tenganan Karangasem. Upacara Perang Pandan adalah upacara persembahan yang dilakukan untuk menghormati Dewa Indra (dewa perang) dan para leluhur. menggunakan senjata pandan berduri sebagai senjata masing-masing.
- Perang Pisang – Upacara perang pisang atau mesabatan biu ini digelar di pelataran pura Bale Agung, desa Tenganan Daud Tukad, dalam rangka pelantikan ketua dan wakil ketua pemuda setempat. Diikuti oleh 16 pemuda desa yang dipilih oleh kelian adat untuk dilawankan dengan 2 orang (calon ketua dan wakil).
- Omed – omedan - Tradisi unik di desa Sesetan
ini hanya diikuti oleh Truna-truni / muda – mudi atau yang sudah tua dan
belum menikah, adegan tarik menarik dan cium-ciuman ini, dirayakan setap
tanggal 1 Caka atau sehari setelah Hari Raya Nyepi.
- Mekotek – Upacara ini diselenggarakan denan tujuan mohon keselamatan, yang merupakan warisan budaya leluhur yang dirayakan setiap hari Raya Kuningan dan turun-temurun oleh hampir 15 banjar di Desa Munggu kecamatan Mengwi, Badung.
- Pemakaman di Trunyan – Keunikan tradisi pemakaman mayat di Desa Trunyan sampai sekarang ini masih mejadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh warga setempat. Prosesi orang meninggal di Bali, biasanya dikubur ataupun dibakar. Tapi kalau di desa Trunyan tidak seperti itu, tubuh orang yang sudah meninggal melalui sebuah prosesi.
- Perang Ketupat - Satu lagi tradisi unik di Bali yaitu Perang Ketupat yang dirayakan satu tahun sekali di desa Kapal, Kabupaten Badung. Tujuan diadakan prosesi ini sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen dan untuk doa keselamatan dan memohon kesejahteraan bagi umat manusia.
- Ngusaba Bukakak – hanya ada di Bali Utara, tepatnya di desa Adat Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng. Begitu banyaknya budaya warisa leluhur yang masih terjaga dengan baik di Bali. Tujuan dari Upacara Bukakak ini untuk melakukan permohonan kepada Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewi Kesuburan.
- Mesuryak - Upacara dengan melemparkan uang ke atas ini digelar bertepatan pada Hari Raya Kuningan (10 hari setelah Galungan) setiap 6 bulan sekali, dengan tujuan untuk memberikan persembahan ataupun bekal pada leluhurnya yang turun pada hari raya Galungan dan kembali ke Nirwana pada hari raya Kuningan
- Upacara Ngedeblag - Tradisi Ngedeblag hanya dilakukan di desa Pekraman Kemenuh, Kec. Sukawati, Gianyar. Prosesi ini dirayakan di setiap Hari Kajeng Kliwon menjelang peralihan sasih kelima dan sasih keenam (kalender Bali) yang digelar sekali dalam setahun.
- Ritual Agung Briyang -di rayakan setiap 3 tahun sekali pada purnamaning sasih kedasa kalender Hindu Bali, perayaan ini hanya ada di desa tua Sidetapa Buleleng, lokasi desa ini sekitar 40 km barat laut kota Singaraja. Tujuan mengadakan upacara Agung Briyang adalah untuk melawan dan roh-roh jahat.
- Ngelawang – salah satu ritual tolak bala di Bali yang dilakukan diantara hari raya Galungan dan Kuningan, beberapa tempat masih melakukan tradisi ini ada juga yang tidak, namum nilai budaya ini sudah tertanam pada anak-anak yang mementaskan ritual ini.
- Ngusabha Tegen – di Desa Kedisan – Kintamani, sarana banten yang dipersembahkan dengan banten/ sesajian tegen-tegenen yang terdiri dari sayur-sayuran, buah dan ikan dipikul oleh kaum pria, sedangkan kaum ibu membawa banten gebogan dengan tujuan agar tetap diberi keselamatan dan kemakmuran
9. Adat dan Kebudayaan
Agama
Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu
yang memiliki kerangka dasar meliputi tiga hal yaitu Tatwa (filsafat), Tata
Susila dan Upacara. Agama Hindu berdasarkan pada kitab suci Wedha, yang
keseluruhannya dihimpun dalam empat Samhita, yaitu Reg Wedha Samhita, Sama
Wedha Samhita, Yayur Wedha Samhita dan Atharwa Wedha Samhita. Pada hakikatnya
ajaran agama Hindu adalah Panca Cradha yang artinya lima keyakinan, yaitu Widi
Cradha adalah keyakinan terhadap Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa,
Atma Cradha adalah keyakinan akan adanya atman atau jiwa pada setiap makhluk,
Karma Phala Cradha adalah keyakinan terhadap hukum perbuatan, Punarbhawa Cradha
adalah keyakinan terhadap adanya reinkarnasi atau kelahiran kembali setelah
kematian, Moksa Cradha adalah keyakinan terhadap moksa yaitu kebahagiaan yang
kekal abadi. Untuk melakukan sembahyang atau
pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi termasuk manifestasinya harus di tempat suci
yaitu Pura. Menurut fungsinya Pura digolongkan atas dua jenis yaitu Pura Umum
sebagai tempat suci pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi dan Genealogis yaitu
tempat suci untuk pemujaan terhadap roh leluhur. Upacara atau persembahan
kepada Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa disebut Yadnya. Secara
keseluruhan di Bali ada lima macam upacara yang disebut Panca Yadnya yaitu Dewa
Yadnya adalah persembahan kepada Sang Hyang Widhi termasuk manifestasinya, Rsi
Yadnya adalah kebaktian kepada para Rsi dan Sulinggih, Manusia Yadnya adalah
upacara daur kehidupan manusia mulai dari dalam kandungan, kelahiran, masa
anak-anak, masa dewasa, hingga meninggal, dan Pitra Yadnya adalah persembahan
kepada para leluhur, serta Butha Yadnya yaitu korban yang ditujukan kepada
kekuatan-kekuatan yang berfungsi memelihara keseimbangan alam.
Pola Kehidupan
Pola
kehidupan masyarakat umat Hindu di Bali sangat terikat pada segi-segi
kehidupannya yaitu diwajibkan melakukan pemujaan atau sembahyang pada pura
tertentu, diwajibkan pada satu tempat tinggal bersama dalam komunitas, dalam
kepemilikan tanah pertanian diwajibkan dalam satu subak tertentu, diwajibkan
dalam status sosial berdasarkan warna, pada ikatan kekerabatan diwajibkan
menurut prinsip patrilineal, diwajibkan menjadi anggota terhadap sekeha
tertentu, dan diwajibkan dalam satu kesatuan administrasi desa dinas tertentu.
Pola Pemukiman
Struktur
pemukiman masyarakat Bali dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu pemukiman pola
kosentris seperti pada masyarakat Bali yang tinggal di pegunungan dan pemukiman
pola menyebar seperti pada masyarakat Bali yang berada di dataran rendah. Pada
pola kosentris Desa Adat menjadi titik sentral. Sedangkan pada pola menyebar,
desa terbagi-bagi ke dalam satu kesatuan wilayah yang lebih kecil yang disebut
Banjar. Bangunan pada pemukiman masyarakat Bali menurut fungsinya dibedakan
atas tiga jenis yaitu bangunan tempat pemujaan (pura), bangunan umum, dan
bangunan tempat tinggal yang terdiri dari berbagai bentuk bangunan sesuai
dengan pola tempat tinggal orang Bali yang bersifat majemuk. Sistem budaya yang
menata pemukiman di Bali berlandaskan pada konsepsi Tri Hita Karana yang juga
diacu pada konsepsi dualistis, yaitu konsepsi akan adanya dua kategori dalam
tata arah utara-selatan (kaja-kelod) yang berkaitan dengan hulu-hilir
(luan-teben) dan sakral-profan (suci-cemer). Segala sesuatu yang bernilai suci
atau sakral menempati letak di bagian hulu (luan) yaitu pada arah gunung atau matahari
terbit. Letak pura arah sembahyang yang bernilai suci harus terletak pada
posisi hulu (luan). Sebaliknya segala sesuatu yang dianggap tidak suci atau
profan harus menempati posisi hilir (teben) yaitu pada arah kelod atau ke laut,
seperti letak kuburan, kandang ternak, kamar kecil, dan tempat pembuangan
sampah.
Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga
kemasyarakatan pada masyarakat Bali adalah bersifat tradisional, yaitu Desa,
Banjar, Subak dan Sekeha. Bentuk lembaga masyarakat tradisional yang
berdasarkan satu kesatuan wilayah disebut Desa. Konsep Desa memiliki pengertian
pada Desa Adat dan Desa Dinas. Desa Adat merupakan satu kesatuan masyarakat
hubungan adat di daerah Bali yang mempunyai kesatuan tradisi dan tata karma
pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan
Kahyangan Tiga, yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan tersendiri
serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Landasan dasar dari Desa Adat
harus berlandaskan pada konsepsi Tri Hita Karana. (Tri Hita Karana yaitu suatu
konsepsi yang mengintegrasikan secara selaras tiga komponen penyebab
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang diyakini oleh setiap orang Bali.
Ketiga komponen tersebut adalah Parhyangan atau Tuhan yang memberi perlindungan
bagi kehidupan, Palemahan yaitu seluruh wilayah dari lembaga tersebut, dan
Pawongan yaitu sumber daya manusia yang terdiri dari tenaga yang bersangkutan).
Sedangkan Desa Dinas adalah satu kesatuan wilayah administratif di bawah
wilayah Kecamatan. Menurut strukturnya, Desa Adat diklasifikasikan pada dua
pola yaitu Desa Adat yang memiliki pola sentralisasi dan Desa Adat yang
memiliki pola desentralisasi. Pada pola pertama posisi dan fungsi Desa Adat
sangat sentral, sedangkan pada pola kedua Desa Adat terbagi-bagi ke dalam beberapa
kesatuan wilayah di bawah desa (sub desa) yang disebut Banjar. Banjar selain
berfungsi secara administratif, juga berfungsi secara religius dan menangani
fungsi-fungsi yang bersifat sosial, ekonomi, dan kultural. Pada umumnya di
dalam satu Banjar memiliki rata-rata anggota 50 sampai 100 kepala keluarga.
Setiap Banjar memiliki tempat atau pusat pertemuan yang disebut Balai Banjar. Subak
adalah salah satu bentuk lembaga kemasyarakatan pada masyarakat Bali yang
bersifat tradisional dan yang dibentuk secara turun temurun oleh masyarakat
umat Hindu Bali. Subak berfungsi sebagai satu kesatuan dari para pemilik sawah
atau penggarap sawah yang menerima air irigasi dari satu sumber air atau
bendungan tertentu. Subak merupakan satu kesatuan ekonomi, sosial, budaya dan
keagamaan. Pada umumnya tugas setiap warga subak adalah untuk mengatur
pembagian air, memelihara dan memperbaiki sarana irigasi, melakukan kegiatan
pemberantasan hama, melakukan inovasi pertanian dan mengkonsepsikan serta
mengaktifkan kegiatan upacara. Karena subak memiliki struktur yang berlandaskan
konsepsi Tri Hita Karana, maka setiap subak di Bali harus memiliki pura
pemujaan. Sekeha merupakan lembaga sukarela yang dibentuk atas dasar
tujuan-tujuan tertentu. Di pulau dewata ini terdapat bermacam-macam sekeha di
bidang kehidupan pertanian, kerajinan, kesenian, keagamaan, dan lain-lain.
Kesenian
Kesenian
pada masyarakat Bali merupakan satu kompleks unsur yang tampak digemari oleh
warga masyarakatnya, sehingga terlihat seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan
masyarakat Bali. Atas dasar fungsinya yang demikian maka kesenian merupakan
satu fokus kebudayaan Bali. Daerah Bali sangat kaya dalam bidang kesenian,
seluruh cabang kesenian tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakatnya
yang meliputi seni rupa, seni pertunjukan dan seni suara. Seni rupa mencakup
satu cabang yang terdiri dari seni pahat, seni lukis dan seni hias. Seni pahat
pada masyarakat Bali telah mengalami suatu perkembangan yang panjang yaitu
patung-patung yang bercorak megalitik yang berasal dari jaman pra Hindu yang
dipandang sebagai penghubung manusia dengan nenek moyang dan kekuatan alam,
arca dewa-dewa yang dianggap sebagai media manusia dengan dewa-dewa dan jenis
ini merupakan pengaruh Hindu-Budha, patung-patung yang bertemakan tokoh-tokoh
dari cerita Mahabharata dan Ramayana, bentuk-bentuk relief yang dipahatkan pada
tembok pintu dan tiang rumah, serta patung-patung yang berbentuk naturalis. Begitu
pula halnya dengan seni lukis di Bali yang telah mengalami perjalanan sejarah
yang panjang. Dimulai dengan lukisan-lukisan yang bersifat simbolis magis
seperti rerajahan, lukisan-lukisan religius seperti lukisan parba,
langit-langit dan ider-ider, serta lukisan-lukisan yang bersifat naturalis. Untuk
seni tari tradisional di Bali berdasarkan fungsinya digolongkan dalam tiga
jenis yaitu Tari Wali (Tari Sakral) merupakan tarian keagamaan yang dianggap
keramat, Tari Bebali merupakan tarian yang berfungsi sebagai pengiring upacara,
dan Tari Balih-Balihan merupakan tarian yang berfungsi sebagai hiburan. Jenis
tarian sacral atau yang dianggap keramat antara lain : Tari Sanghyang Dedari,
Tari Rejang Sutri, Tari Pendet, Tari Baris Gede, Tumbak, Baris Jangkang, Baris
Palung, Pusi, Seraman, Tekok Jago, Topeng Pajangan, Wayang Lemah, Wayang
Sudamala, Tari Abuang, Tari Bruntuk, Tari Dakamalon, Tari Ngayab, dan Tari
Kincang-Kincung. Alat pakaian atau gander yang digunakan oleh masyarakat akan
disucikan atau disakralkan. Kesenian sastra di Bali merupakan hasil warisan
budaya yang luhur dan merupakan referensi serta sumber dari bentuk-bentuk
lainnya. Sejak jaman dahulu masyarakat Bali telah mengenal tulisan atau aksara
Bali. Secara keseluruhan seni sastra di Bali telah mengalami lima jaman yaitu
kesusastraan Bali Purba, kesusastraan Bali Hindu, kesusastraan Bali Jawa,
kesusastraan Bali Baru, dan kesusastraan Bali Moderen.
- http://www.kebudayaanindonesia.com/2014/04/kebudayaan-bali.html
- http://wisata.balitoursclub.com/budaya-dan-tradisi-di-bali
- http://www.wisatadewata.com/article/adat-kebudayaan/adat-kebudayaan