KASUS-KASUS
PELANGGARAN HAM
MARSINAH
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif
dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa
tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada
tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh mencegah
teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan
mencegah aksi buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12
tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari
menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa
diterima, termasuk oleh buruh yang absen.Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993,
Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan
perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang
perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Kasus di atas merupakan pelanggaran HAM yang melanggar pasal mengenai HAM dalam UUD 1945. Jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya berlebihan dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Tindakan oknum pembunuh melanggar hak konstitusional Marsinah, khususnya hak untuk menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat ditegaskan dalam Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Solusi dari permasalahan di atas, yaitu bahwa seharusnya hak asasi setiap manusia harus dihargai oleh manusia yang lain yang dalam kasus ini adalah hak asasi berpendapat dan hak untuk hidup. Selain itu, kasus marsinah yang tak kunjung usai ini diakibatkan oleh kurangnya transparansi dan kredibilitas para penyidik. Seharusnya kredibilitas dan transparansi penyidikan lembaga terhadap suatu kasus haruslah dijaga oleh para penegak hukum sehingga tercipta keadilan dan ketentraman masyarakat Indonesia
Tragedi
Trisakti dan Semanggi
Peristiwa di Trisakti dan Semanggi
ini terjadi pada tahun 1998. Peristiwa ini berkaitan dengan gerakan di era
reformasi yang gencar disuarakan di tahun 1998. Ekonomi Indonesia mulai goyah
pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997 - 1999. Mahasiswa
pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer
datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri. Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak mundur,
diikuti bergerak majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan
peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian
besar berlindung di universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan
penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras. Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri
Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru
Hara Kodam seta
Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1. Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu
orang dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah
menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian
disebabkan peluru tajam. Hasil sementara diprediksi peluru tersebut hasil
pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.
Kejadian ini memicu meninggalnya 4 mahasiswa dari Universitas Trisakti dan
5 mahasiswa di Semanggi. Mereka tewas setelah terkena tembakan peluru aparat
kepolisian. Peristiwa ini menjadi salah satu sejarah kelam bagi bangsa.
Penyelesaian
:
Salah satu hak yang
dilanggar dalam peristiwa tersebut adalah hak dalam kebebasan menyampaikan
pendapat. Hak menyampaikan pendapat adalah kebebasan bagi setiap warga negara
dan salah satu bentuk dari pelaksanan sistem demokrasi pancasila di Indonesia.
Peristiwa ini menggoreskan sebuah catatan kelam di sejarah bangsa Indonesia dalam
hal pelanggaran pelaksanaan demokrasi pancasila.
Agar masalah ini dapat
cepat diselesaikan, diperlukan partisipasi masyarakat untuk ikut turut serta
dalam proses penuntasan kasus ini. Walaupun sulit untuk menuntaskan kasus
tersebut secara sepenuhnya, tetapi jika masyarakat dan mahasiswa ingin
bekerjasama dengan pihak terkait seharusnya masalah bisa diselesaikan. Untuk
peran mahasiswa tak dapat dipungkiri akan semakin besar karena di pundak mereka
ada sebuah beban tanggung jawab dimana para mahasiswa dituntut harus membentuk
pemimpin-pemimpin yang cakap untuk mengelola Indonesia yang lebih baik di masa
depan. Agar peristiwa ini tak kembali terulang, Hak kebebasan berpendapat
setiap warga negara benar-benar harus ditegakan.
Sumber :
KASUS-KASUS PELANGGARAN DEMOKRASI
Persoalan permasalahan pemilu di
indonesia
Pelaksanaan demokrasi di indonesia ternyata masih
belum optimal,Masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi khususnya yang
bersangkutan dengan prinsip-prinsip ideologi .Berikut ini adalah contoh
kasus pelanggaran pemilu:
Panitia
Pengawas (Panwas) Pilkada Aceh menerima 57 laporan pelanggaran pilkada, Yaitu
salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kepada masyarakat dengan
syarat harus memilih bakal calon tertentu juga kasus kekerasan dan intimidasi
selama berlangsungnya masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) Aceh
sejak 22 Maret. Ketua Panwas Aceh, Nyak Arief Fadhillah Syah kepada wartawan
dalam jumpa pers di Kantor Panwas Aceh, Senin (2/4), mengatakan, kasus itu
umumnya terjadi karena pergesekan antar pendukung kandidat seusai menggelar
kampanye.
“Ada yang
dilempari batu, diketapel, juga ada yang menghalang-halangi masyarakat untuk
datang ke lokasi kampanye kandidat tertentu,” ujar Nyak Arief. Dia
sebutkan,Money politik ,kekerasan dan intimidasi itu terjadi terutama akibat
adanya pergesekan kubu pasangan kandidat Irwandi Yusuf/Muhyan Yunan dan Zaini
Abdullah/Muzakir Manaf. “Kami harapkan kedua pasang kandidat dapat mengendalikan
pendukungnya di lapangan,” kata Nyak Arief.
Para
kandidat diharapkan panwas dapat menertibkan pendukung dan tim pemenangannya di
lapangan agar tidak melakukan tindakan anarkis yang dapat merusak komitmen
damai yang telah dinyatakan para kandidat dalam Ikrar Pilkada Damai di Masjid
Raya Baiturrahman, 14 Maret 2012.
Kasus
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Aceh ,menunjukan bagaimana pelaksanaan
demokrasi diindonesia masih jauh dari yang diharapkan.
Penyelesaian
:
Dalam
melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana
kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta
masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk
menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu ada solusi seperti seluruh pihak yang ada
baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran
pelaksanaan pilkada ini. Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam
berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak
menimbulkan konflik. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Memilih dengan hati nurani. Sehingga
prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.